Berdasarkan tradisi kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah; yakni seorang anak Raja Majapahit dengan Putri Cina yang kemudian diHadiahkan kepada Raja Palembang Penyebutan Majapahit dan Cina menunjukan bahwa kedudukan Raja harus memiliki hubungan dengan Raja sehingga kedudukannya dianggap syah dan Cina dianggap memiliki nilai bobot yang lebih tinggi sehingga Raja dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi pula. Tome Pires menyebut bahwa Raden Patah berasal dari Gersik.
Ketika Majapahit mengalami kemunduran dengan di bantu oleh Tuban, Jepara, dan Gersik; Raden Patah memutuskan hubungannya dengan Majapahit, dan bahkan mengalahkan; semua peralatan Majapahit kemudian dipindahkan ke Demak sebagai simbol bahwa Demak sebagai pusat pemerintahan. Pada masa Raden Patah daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur telah mendapat pengaruh dari Demak. Pada 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis; sehingga kaum pedagang harus menempuh jalur baru yakni melalui perairan barat Sumatra, Selat Sunda, dan terus ke Laut Jawa. Hal itu membuat kedudukan Demak semakin kuat. Bahkan pada 1513 Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor) anak Raden Patah mengadakan perlawanan kepada Portugis di Malaka; namun mengalami kekalahan.
Pada 1518 Raden Patah meninggal dunia dan kemudian digantikan oleh Pati Unus. Namun Raja baru tersebut hanya memerintah selama 3 tahun dan kemudian digantikan oleh saudaranya yang bernama Sultan Trenggono. Raja baru ini ternyata lebih giat dalam meluaskan wilayah kekuasaan dan sekaligus memperluas syiar Islam. Seorang mubalig yang berasal dari Samuderai Pasai setelah kerajaan di Sumatra tersebut dikuasai oleh Portugis; yang bernama Fatahillah/Faletehan dikawinkan dengan adik Trenggono. Dalam rangka menghadapi Portugis maka Demak di bawah pimpinan Faletehan menguasai Banten, Cirebon, dan Sunda Kelapa. Pada 1527 Sunda Kelapa telah menjadi Jayakarta, dan telah mengakui Cirebon. Faletehan meninggal di Cirebon dan dimakamkan di Gunung Jati; sehingga beliau terkenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
Perluasan wilayah Demak juga dilakukan kearah timur, beberapa daerah berhasil dikuasai, diantaranya daerah Mataram dan Singasari. Namun dalam pertempuran di Pasuruhan (di Sapit Urang) pada tahun 1546 Sultan Trenggono gugur. Dengan meninggalnya Trenggono timbulah perebutan kekuasaan antara adik Trenggono dengan anak Trenggono. Adik Trenggono kemudian di bunuh dalam pertentangan di sungai, sehingga sering disebut Sekar Sedo Lepen. Tetapi anak Sultan Trenggono yang bernama Sunan Prawoto beserta keluarganya di bunuh oleh Aryo Penangsang (anak Sekar Sedo Lepen). Mestinya setelah memperoleh kemenangan dengan membunuh Sunan Prawoto beserta keluarganya Aryo Penangsang yang menjadi Raja. Oleh karena itu banyak pihak setuju beliau menjadi Raja, maka timbulah usaha untuk Membunuh Aryo Penangsang. Diantara penentang adalah pangeran Adiwijoyo (terkenal dengan sebutan Joko Tingkir), menantu Sultan Trenggono yang menjadi Adipati di Pajang (daerah Boyolali). Adiwijoyo kemudian berhasil membunuh Aryo Penangsang dan pada tahun 1568 pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang. Dengan berpindahnya pusat pemerintahan ke Pajang maka berakhirnya kerajaan Demak.