Selasa, 14 April 2020

Masalah Ekonomi Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin Serta Upaya Mengatasinya

Hallo Agan…Kali ini saya mau memposting artikel tentang Masalah Ekonomi  Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin Serta Upaya Mengatasinya. Pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, perekenomian Indonesia masih menghadapi berbagai masalah ekonomi, seperti beban ekonomi dan keuangan yang harus ditanggung oleh Indonesia sebagaimana yang disepakati dalam konferensi meja bunda(KMB), defisit keuangan serta upaya mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional yang tersendat-sendat. Bagaimanakah perkembangan ekonomi Indonesia pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin?

Baca juga: Pengertian BUMN, contoh, dan fungsinya



Pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, perekonomian Indonesia tengah menghadapi berbagai permasalahan, di antaranya adalah beban ekonomi dan keuangan sesuai kesepakatan Konferensi Menja Bundar (KMB). Beban tersebut berupa utang luar negeri dan utang dalam negeri.

Baca juga: 7 cara pembayaran transaksi Internasional

Tanggungan beban ekonomi dan keuangan sesuai kesepakatan KMB membuat defisit keuangan bertambah hingga mencapai 5,1 milyar rupiah. Defisit tersebut dapat dikurangi dengan pinjaman pemerintah. Jumlah yang didapat dari pinjaman wajib sebesar 1,6 miliar rupiah. Kemudian, Indonesia mendapat kredit dari Uni Indonesia-Belanda sebesar 200 juta rupiah. Selanjutnya, Indonesia juga mendapatkan kredit dari Exim Bank of Washington sejumlah 100 juta dolar AS yang sebagian digunakan untuk pembangunan prasarana ekonomi seperti proyek-proyek pengangkutan automotif, pembangunan jalan,telekomunikasi, kereta api, dan perhubungan udara.

Dalam rangka memperbaiki keadaan ekonomi, pemerintah berupaya mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Caranya dengan memberi bantuan kredit kepada pengusaha-pengusaha pribumi agar usahanya dapat berkembang maju dan perubahan struktur ekonomi akan tercapai. Namun pada kenyataannya, bantuan kredit ini tidak efektif sehingga program pemerintah tidak berhasil dan justru menjadi salah satu sumber defisit.

Masalah perekonomian yang muncul ini pun akhirnya menimbulkan berbagai upaya pemerintah indonesia untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut antaralain adalah sebagai berikut.

a. Gunting Syafruddin

Kebijakan ini adalah pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakuakan oleh Menteri Keuangan Syarifuddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 untuk menanggulangi defisit anggaran. Melalui kebijakan ini uang yang beredar dapat dikurangi.

Baca juga: 6 Lembaga keuangan bukan bank

b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Sistem Ekonomi Gerakan Benteng memiliki tujuan antara lain sebagai berikut.

1. Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
2. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
3. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.

Gerakan benteng dimulai pada bulan april 1950. Hasilnya selama 3 tahuan (1950-1953) kurang lebih  700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan beban keuangan pemerintah makin besar.

Kegagalan Gerakan Banteng disebabkan oleh hal-hal berikut.

1). Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
2). Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif
3). Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah.
4). Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
5). Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
6). Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.


c. Nasionalisasi De Javasche Bank

Pada akhir tahun 1951, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya, terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuan nasionalisasi De Javasche Bank adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan.

d. Sistem Ekonomi Ali-Baba

Pada pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954-Agustus 1955), Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisurjo memprakarsai sistem ekonomi yang dikenal dengan nama Sistem Ali-Baba. Sistem ini merupakan bentuk kerja sama ekonomi antara pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan pengusaha nonpribumi (khususnya China) yang diidentikkan dengan Baba. Sistem ekonomi ini bertujuan mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi. Dalam pelaksanaannya, sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan para pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman daripada pengusaha pribumi. Akibatnya, para pengusaha pribumi hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha nonpribumi untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.

e. Devaluasi Mata Uang Rupiah

Dalam usaha memperbaiki kondisi ekonomi, pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi mata uang Rp1.000 dan Rp500 menjadi Rp100 dan Rp50. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp25.000. Tujuan kebijakan devaluasi ini adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Namun, kebijakan pemerintah ini ternyata tidak dapat mengatasi kemunduran ekonomi secara keseluruhan.

f. Mengeluarkan Deklarasi Ekonomi

Deklarasi Ekonomi (Dekon) dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 1963. Pemerintah menganggap bahwa untuk menanggulangi kesulitan ekonomi, satu-satunya jalan adalah dengan sistem Ekonomi Terpimpin. Namun, dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin, pemerintah lebih menonjolkan unsur terpimpinnya daripada unsur ekonomi efisien. Sektor ekonomi  ditangani langsung oleh Presiden. Akibatnya, kegiatan ekonomi sangat bergantung pada pemerintah pusat dan kegiatan ekonomi pun mengalami penurunan. Meski berbagai upaya perbaikan ekonomi telah dilakukan, pendapatan perintah tetap menurun karena saat itu Indonesia tidak memiliki ekspor kecuali hasil perkebunan. Selain itu, adanya pemberontakan dan gerakan separatis di berbagai daerah di Indonesia dan tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan makin meningkat. berbagai daerah di Indonesia dan tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan makin meningkat.

Demikian artikel saya tentang Masalah Ekonomi  Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin Serta Upaya Mengatasinya semoga bermanfaat bagi agan sekalian yang sedang mencari informasi seputar hal tersebut.